Proyek ACCESS Mendorong Kemandirian Desa untuk Memperoleh Izin Lingkungan PLTS
Apakah kamu tertarik untuk mendirikan usaha Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)? Bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pengembang swasta yang ingin melakukan usaha atau kegiatan pengembangan PLTS, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya yaitu izin lingkungan PLTS agar proses yang dilakukan mulai dari tahap pra konstruksi hingga tahap pasca operasi tidak berdampak buruk bagi lingkungan.[1]
Hal itu sejalan dengan salah satu misi pengelolaan energi nasional yang tertera dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yakni mendorong pengelolaan energi yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, aspek lingkungan menjadi sangat penting dalam pengembangan PLTS yang harus dipertimbangkan mulai dari tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, tahap operasi, dan tahap pasca operasi.[1]
Sebagai salah satu upaya mewujudkan pengelolaan energi yang berwawasan lingkungan, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta. Peraturan tersebut menggantikan beberapa peraturan lainnya, seperti PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Dalam peraturan disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak lingkungan wajib memiliki izin lingkungan.[2]
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah menerbitkan beberapa regulasi terkait upaya pengelolaan lingkungan hidup, di antaranya yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup dan Permen LHK Nomor P.26 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan dan Penilaian Serta Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.[1]
Pemerintah akan melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap dokumen pengelolaan lingkungan yang terdiri dari Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Ketiga jenis dokumen lingkungan tersebut disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan pengembang, di mana berdasarkan kapasitas PLTS yang dibangun, SPPL digunakan untuk PLTS berkapasitas < 1MWp, UKL-UPL digunakan untuk PLTS berkapasitas 1 s.d. < 50 MWp, sedangkan AMDAL digunakan untuk PLTS berkapasitas ≥ 50 MWp.[1]
Proyek ACCESS UNDP sedang membangun PLTS di 23 desa di 4 provinsi di Indonesia dengan kapasitas antara 23 – 89 kWp untuk setiap desanya. Oleh karena itu, setiap desa harus memiliki dokumen SPPL sebagai syarat untuk melakukan pembangunan PLTS. Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, Proyek ACCESS UNDP mendorong setiap desa untuk mengajukan dokumen SPPL secara mandiri agar masyarakat dapat belajar perihal tata cara pengajuan dokumen izin lingkungan. Hingga akhir tahun 2022, sebanyak 11 dari 23 desa target Proyek ACCESS UNDP telah berhasil memperoleh dokumen SPPL.
Penulis: Dawam Faizul Amal
Referensi:
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Panduan Pengelolaan Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), 2020.
- Pemerintah Pusat, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Indonesia: LN.2021/No.32, TLN No.6634, jdih.setkab.go.id?: 374 hlm., 2021, p. 15.