Kisah dari Lapangan: Bagaimana PEAP Membunuh Rindu
Tujuh bulan berlalu sejak para pendamping desa, Patriot Energi ACCESS Program, diterjunkan ke 21 desa di Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Tengah. Di lapangan, mereka telah memfasilitasi berbagai kegiatan persiapan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, mulai dari sosialisasi, persetujuan hibah, sampai seleksi dan pemilihan para operator lokal. Pada praktiknya, mereka tidak hanya terlibat dalam kegiatan persiapan pengelolaan PLTS komunal, namun juga pada berbagai kegiatan desa. Saat melalukan revitalisasi Bumdes misalnya, para pendamping ini juga terjun sebagai pemateri dan narasumber pelatihan bagi pengurus Bumdes, bahkan mendampingi warga saat mengurus legalitas badan usaha milik desa tersebut.
Namun tak bisa dipungkiri, jauhnya jarak ke kampung halaman, seringkali membuat rindu menyelinap sesekali. “Seringnya ya video call dengan keluarga, atau saling bertukar kabar lewat WA.” Ungkap Ristifah. Ia ditempatkan di Desa Wangkolabu Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, hampir 3.000 kilometer dari rumahnya di Jogjakarta. Ini makin terasa saat mendekati akhir Ramadhan, saat ketika jutaan orang Indonesia mudik ke kampung halamannya masing-masing. Tapi suasana baru dan semangat membangun masa depan yang lebih baik bagi warga desa tempat mereka bekerja, membuat para PEAP tetap bersemangat membantu warga mempersiapkan pengelolaan PLTS komunal bantuan Pemerintah Korea melalui proyek ACCESS.
Pendidikan Lingkungan Usia Dini
Dari berbagai cara menyibukkan diri di lapangan, pendidikan lingkungan bagi anak-anak juga menjadi salah satu pilihan. Alfianti, pendamping desa Saluleang Sulawesi Barat melakukan sosialisasi kepada anak-anak sekolah, selain kepada orang dewasa di desanya. “Penting untuk mengajari anak-anak soal penggunaan dan penghematan listrik serta masalah keselamatan, karena listrik ada bahayanya, dan anak-anak bisa belajar berhati-hati di sekitar rumah pembangkit jika nanti telah beroperasi” ujarnya. Selain sosialisasi soal listrik, Alfianti juga mengupas topik terkait lingkungan hidup bagi anak-anak, seperti sampah dan keanekaragaman hayati. Dengan melibatkan anak-anak, ia berharap di masa mendatang, kesadaran mereka tentang energi dan lingkungan yang bersih akan meningkat.
Kegiatan lain dilakukan Laode Hardiani, pendamping desa Pulau Tasipi Sulawesi Tenggara. Ia menggunakan waktu luangnya untuk mengajar di sekolah dasar, dan membawakan topik sumberdaya alam dan energi terbarukan. Tidak hanya mengajar, ia juga mengajak anak-anak sekolah untuk turun dan membersihkan pantai bersama-sama. Melihat masih banyaknya praktik penangkapan ikan yang berbahaya dan tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom dan sianida, Laode kemudian berusaha menanamkan kesadaran akan manfaat keragaman hayati, khususnya terumbu karang di sekitar Desa Tasipi. Pekan lalu, dalam rangka peringatan Hari Bumi, ia bersama anak-anak sekolah membersihkan bibir pantai di Pulau Tasipi.
Upaya ini penting baginya, karena 75% warga Pulau Tasipi tidak melanjutkan pendidikan formal, terhenti di jenjang SD dan SMP. “Kalau mereka nanti memilih profesi nelayan, seperti orangtuanya sekarang, saya berharap mereka sudah punya kesadaran, untuk melakukan penangkapan yang berkelanjutan, dan mencegah praktik yang merusak alam.”
Peran PEAP menjadi sangat penting karena menentukan keberhasilan pengelolaan PLTS komunal dan memastikan fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lama, melalui seleksi operator dan pengembangan institusi pengelola di tingkat lokal. Seperti yang disampaikan Prahoro Yulijanto Nurtjahyo, Kepala BPSDM Kementerian ESDM, “Penentu keberhasilan utama pengelolaan pembangkit listrik adalah ketersediaan SDM dalam jumlah yang memadai.”
Tujuh dari delapan belas bulan yang akan mereka lalui telah terlampaui dengan baik. Para pendamping ini telah berhasil mendapatkan persetujuan proyek tanpa paksaan, memfasilitasi pemilihan operator dan manajemen Unit Pengelola Listrik Desa, dan mulai mendiskusikan besaran iuran rumah tangga untuk listrik yang akan mereka terima nantinya.