Kisah dari Lapangan: Memotret Wangkolabu yang Tumbuh
September 2021, UNDP Indonesia menerjunkan 23 orang pendamping untuk membantu desa mempersiapkan pengelolaan PLTS komunal bantuan Proyek ACCESS. Selama lima bulan bekerja, banyak kisah menarik yang para pendamping ini dapatkan. Berikut ini satu di antaranya, kisah yang dituliskan Ristifah, PEAP Desa Wangkolabu Sulawesi Tenggara. Ristifah - Sang Penjelajah Impian - akan bekerja di sana sampai Maret 2023 untuk membantu masyarakat mengelola PLTS yang sedang dibangun Proyek ACCESS.
Siang ini saya sengaja membuka komputer jinjing, tepat pukul 13.23 WITA. Saya mengingat kembali medio bulan September 2021 hingga Januari 2022. Empat bulan perjalanan mengesankan bagi seorang Ristifah. Berada di desa pesisir bersama mayoritas suku Bajo adalah pengalaman kali pertamaku. Hadir di sini dan ikut bertumbuh bersama adalah salah satu bagian dari mimpi Ristifah yang dikabulkan Tuhan.
Wangkolabu, ya namanya Desa Wangkolabu, tiga sampai empat jam melintas laut dari Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Desa yang berdiri elok di atas laut dan siap menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat. Indah, ramah dan hangat menyambut mereka yang datang, termasuk saya sebagai fasilitator desa program ACCESS. Kehangatan ini mewakili karakter masyarakat Wangkolabu yang terbuka dan ingin bertumbuh.
Program ACCESS bertujuan membantu masyarakat kurang mampu dan rentan memperoleh akses pelayanan dasar untuk mengurangi ketimpangan telah lama ditunggu masyarakat Desa Wangkolabu. Setiap orang di Desa Wangkolabu, Kecamatan Towea dan Kabupaten Muna memberikan dukungan agar program ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Mereka berkeinginan menciptakan perubahan menuju kondisi desa yang lebih baik atau sejahtera.
Salah satu pilar pengembangan masyarakat yang sedang dibantu adalah BUMDES Lobster Wangkolabu, yang nantinya diharapkan menjadi penggerak ekonomi sekaligus penjaga pembangunan PLTS di sini. Bumdes ini sekarang dikomandoi Pak Jumir, seorang pelaku usaha UMKM di desa yang konsen ingin turut mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perlahan tapi pasti ia membawa masyarakat menapaki jalan perubahan menuju ke arah yang lebih baik.
Terpilihnya kembali Pak Jumir menjadi direktur bersama dua pengurus perempuan dalam proses revitalisasi Bumdes Lobster Wangkolabu menunjukkan besarnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. “Saya jadikan ini amanah buat saya dalam menjadi direktur”, begitu disampaikan pak Jumir penuh semangat ketika menerima kepercayaan dari warga.
Keseriusan warga melalui Bumdes berbuah dukungan manis, Pemerintah Desa mempercayakan modal usaha untuk dikelola. Modal usaha tersebut digunakan Bumdes untuk membangun armada baru berupa kapal berbahan fiber dengan mesin gantung. Kapal itu dibuat masyarakat oleh masyarakat sendiri. “Ini adalah proyek pertama di Kabupaten Muna di mana desa langsung diberikan keleluasaan dalam mengarap kapal fiber, biasanya pesan dari luar daerah” kata Pak Masling Kepala Desa Wangkolabu. Proyek ini menurutnya, “akan menjadi embrio untuk unit usaha Bumdes ke depan.”
Usaha ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan warga Bajo, penghuni mayoritas Wangkolabu. Sebagai komunitas yang menggantungkan hidup mereka pada laut, keberadaan kapal, baik untuk transportasi atau menangkap ikan menjadi sangat penting.
Dalam perjalanannya, Bumdes Lobster Wangkolabu mengajak semua warga terlibat, termasuk merangkul para perempuan untuk dapat turut menjadi penopang keluarga mereka melalui usaha rajungan Towea. Lebih dari sepuluh perempuan baik remaja ataupun ibu-ibu mendapatkan penghasilan dari usaha ini.
Semangat itu juga yang terlihat ketika memilih nama untuk armada kapal yang baru. Magenta adalah nama yang dipilih dengan warna merah yang menawan. Warna ini diidentikkan dengan warna perempuan dan harapan agar mereka dapat lebih maju.
Bertumbuh bersama dengan masyarakat di desa pesisir di Pulau Tobea adalah salah satu nikmat indah yang Tuhan berikan kepada saya. Menyaksikan langsung dari dekat, memotret dan menikmati semua proses yang ada di desa.