Pencerahan mengenai Sejarah Lampu
Saat ini, manusia penuh selalu diterangi cahaya, dari papan reklame di jalan-jalan hingga lampu meja di rumah. Namun pernahkah Anda membayangkan perjalanan para penemu di seluruh dunia untuk mengemukaan teknologi paling sederhana ini? Dan bagaimana penemu terus meningkatkan bola lampu sederhana yang ada? Mari kita mencerahkan diri kita sendiri tentang perjalanan penemuan dan pengembangan bola lampu.
Lampu pertama, perlombaan pertama: lampu pijar
“Kami akan membuat listrik sangat murah sehingga hanya orang kaya yang akan menyalakan lilin”, diumumkan oleh pelopor bola lampu terkenal, Thomas Alfa Edison, pada penemuan bola lampu pijarnya pada tanggal 31 Desember 1879. Ini menandai bola lampu pijar modern pertama, yang menghasilkan cahaya melalui penerangan busur listrik, suatu sistem penerangan yang lampu-lampunya dihubungkan dalam rangkaian seri dan memancarkan cahaya bila dipanaskan hingga cukup panas untuk memancarkan cahaya, atau dinamakan pijar, oleh arus listrik. Namun, itu bukan bola lampu pijar pertama; Edison hanya mengakhiri perang paten bola lampu untuk rumah tangga selama tahun 1800-an.
Semuanya dimulai pada tahun 1840, ketika Warren de la Rue mempelopori perlombaan; dia menemukan bola lampu pijar pertama yang dapat digunakan, yang menggunakan filamen platinum melingkar yang tergolong mahal. Tidak sampai beberapa dekade kemudian teknologi yang lebih murah dibuat oleh seorang ilmuwan Inggris, bernama Joseph Swan, dengan menggunakan filamen benang kapas berkarbonisasi dalam ruang hampa. Untuk usahanya, ia dianugerahi paten pada tahun 1878. Pada saat yang sama, Edison memulai perjalanannya untuk meneliti filamen alternatif untuk bola lampu yang lebih murah, yang menghasilkan penemuan yang sukses.
Namun, seperti namanya pijar, menurut Keefe, 2007, proses ini tidak menggunakan input energi secara efisien; banyak energi yang hilang menjadi energi panas dan getaran. Sama seperti kayu bakar, lilin, minyak atau gas, cahayanya berasal dari panas, yang berarti bola lampu pijar menghabiskan lebih dari 95% energinya.
Mencari efisiensi lebih baik, lampu neon mengambil alih
Berdasarkan Smith, 2018, aplikasi dari lampu sangalah tidak terbatas, mulai dari yang sangat sederhana (seperti lampu depan sepeda) hingga infrastruktur nasional (seperti penerangan jalan). Teknologi ini diterima oleh pasar dan segera dibanjiri oleh para produsen yang berharap dapat menguangkan pencahayaan buatan. Namun, dengan permintaan pasar yang lebih tinggi, konsumsi energi menjadi lebih banyak, yang mengarah pada penelitian yang berfokus pada bola lampu yang efisien. Di sinilah bola lampu neon mengambil panggung, yang sebenarnya telah ditemukan oleh peniup kaca Heinrich Geissler dan dokter Julius Plücker pada abad ke-19. Baik Thomas Edison dan Nikola Tesla juga bereksperimen dengan lampu neon pada tahun 1890-an, tetapi tidak pernah diproduksi secara komersial. Sebaliknya, terobosan Peter Cooper Hewitt di awal 1900-an yang menjadi salah satu pelopor lampu neon. Hewitt juga menciptakan cahaya biru-hijau dengan melewatkan arus listrik melalui uap merkuri dan menggabungkan pemberat (perangkat yang terhubung ke bola lampu yang mengatur aliran arus melalui tabung).
Masa depan dipimpin oleh LED
Seperti yang dinyatakan oleh Palermo, 2017, light-emitting diodes (LED) sekarang dianggap sebagai masa depan pencahayaan karena konsumsi energi yang lebih rendah untuk beroperasi, harga bulanan yang lebih rendah, desain yang ringkas, serta masa pakai yang lebih lama daripada bola lampu pijar tradisional dan lampu neon.
Nick Holonyak memulai era LED ketika menemukan LED merah spektrum tampak pertama pada tahun 1962. Penemuan ini kemudian diproduksi massal secara komersial oleh Monsanto pada tahun 1968. Menurut Syams, 2018, LED merah ini populer untuk digunakan sebagai lampu latar pada jam tangan dan kalkulator mahal pada 1970-an dan awal 1980-an. Karena biaya produksi LED berkurang dan lebih banyak warna tersedia, lampu ini juga diaplikasikan ke tampilan informasi di mesin VHS, televisi, dan sistem HiFi. Dengan manfaat tambahan ini, untuk lampu neon, yang menghasilkan panas berlebih dan kerugian lainnya, LED telah menemukan rumah yang baik.
Langkah radikal yang diperlukan untuk membuat LED menjadi teknologi pencahayaan yang berguna datang dengan penemuan lampu LED biru. LED biru pertama yang layak secara komersial diciptakan oleh pemenang Hadiah Nobel Shuji Nakamura pada tahun 1994, yang menemukan LED Gallium Nitrida biru ultra-terang. Penemuan ini menghasilkan cahaya putih dengan LED, bukan merah.
Memperluas jaringan kami ke LTSHE
Perjalanan tidak berakhir di sini, kisah-kisah ini memicu penemu di seluruh dunia untuk menghasilkan bola lampu yang lebih terang dan lebih efisien. Perlu diingat bahwa peneliti dan penemu selalu mengutamakan efisiensi energi sebagai fokus mereka untuk terus meneliti. Ini adalah masalah paling penting untuk ditangani bahwa lampu perlu menggunakan energi sesedikit mungkin, yang berarti polusi dari sumber energi, seperti bahan bakar fosil dan minyak, sangat berkurang. Solusi alternatif adalah menggabungkan bola lampu yang efisien dengan energi terbarukan; dengan demikian, menghasilkan cahaya bersih, dibandingkan menggunakan bahan bakar fosil untuk menerangi rumah tangga. Salah satu penemuannya diberi nama “Lampu Tenaga Surya Hemat Energi” atau LTSHE. LTSHE mengintegrasikan panel surya dengan bola lampu yang dapat diisi ulang, di mana sistemnya terdiri dari pembangkit listrik terdesentralisasi dengan baterai lokal dan port pengisian daya untuk setiap rumah. Proyek ACCESS menggunakan teknologi ini untuk menyediakan listrik untuk desa-desa terpencil dan off-grid di Indonesia, sambil juga membangun kemampuan masyarakat dan perusahaan untuk pembangkit listrik lokal ini. Ikuti media sosial dan website kami untuk update lebih lanjut tentang #accesstoenergy untuk proyek elektrifikasi kami di Indonesia.
###
Penulis: Adream Bais Junior, Communication ACCESS Project