Harapan dari Abu Dhabi: Surya dan Bayu sebagai Tulang Punggung Transisi Energi
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadikan akses universal terhadap listrik di tahun 2030 sebagai salah satu indikator dalam pencapaian tujuan ke-7, yaitu memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua. Saat ini masih ada 759 juta orang di seluruh dunia yang belum mendapatkan layanan listrik, dan pada tahun 2023 diharapkan 500 juta di antaranya telah mendapatkan listrik sehingga tahun 2030 semua orang menikmati energi listrik.
Target ini mengharuskan semua negara menyelaraskan kebijakan energi dan investasi dalam transisi energi yang dapat menjamin ketersediaan listrik untuk semua orang di tahun 2030. Sayangnya, meskipun kita tahu bahwa energi berkelanjutan adalah opsi terbaik karena mengubah kehidupan, ekonomi dan lingkungan ke arah yang lebih baik namun transisi ke arah perekonomian global yang bersih berkelanjutan masih menjadi tantangan serius di dekade ini.
Halangan finansial, seperti modal awal, keterbatasan pendanaan dan investor, kompetisi dengan energi fosil, dan subsidi yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar tradisional menjadi tantangan utama dalam energi terbarukan.
Namun kabar baik datang dari Abu Dhabi kemarin. Laporan “Renewable Power Generation Costs in 2020” yang dipublikasikan International Renewable Energy Agency (IRENA) menunjukkan pengembangan 162 GW atau 62% dari total penambahan energi terbarukan di tahun 2020 membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan pemanfaatan batu bara termurah. Laporan itu menunjukkan bahwa biaya pengembangan energi terbarukan terus menerus turun secara signifikan dari tahun ke tahun. Sistem tenaga surya terkonsentrasi (concentrating solar power - CSP) turun sebesar 16 persen, onshore wind sebesar 13 persen, offshore wind sebesar 9 persen, dan solar-PV sebesar 7 persen.
Biaya yang rendah ini memangkas perbedaan biaya dengan pembangkit berbahan bakar batu bara. Energi terbarukan berbiaya rendah memberikan model bisnis yang kuat untuk meninggalkan batu bara. Tahun 2020 saja, penambahan energi terbarukan menghemat 156 miliar dollar di sepanjang umur pembangkit serta menurunkan biaya pembangkitan listrik setidaknya 6 miliar dolar pertahun, hampir sama dengan biaya untuk menambah pembangkit listrik berbahan bakar batubara baru. Dua pertiga penghematan tersebut didapatkan dari pembangkit bayu, diikuti tenaga air, dan surya. Penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 534 GW sejak 2010 membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik batu bara termurah dan mengurangi biaya energi listrik sebesar 32 miliar dollar setiap tahunnya.
Tahun 2010-2020 menunjukkan peningkatan yang dramatis dalam kompetisi biaya di antara energi terbarukan dan bahan bakar fosil. Dalam sepuluh tahun biaya energi listrik dari solar-PV menurun sebesar 85%, disusul CSP (68%), bayu tepi pantai (56%), dan bayu lepas pantai (48%). Dengan harga pembangkitan antara 1,1 – 3 sen dollar per-kWh, energi terbarukan makin kompetitif dibandingkan energi dari batu bara tanpa subsidi.
Figure 1 Biaya Energi Terbarukan 2010-2020 (IRENA, 2020)
Laporan tersebut juga menunjukkan keunggulan biaya operasi dibandingkan pembangkit berbahan bakar batu bara. Di Amerika Serikat misalnya, 149 GW atau 61% dari total kapasitas pembangkit batu bara yang saat ini tersedia membutuhkan biaya lebih tinggi dibandingkan pembangkit dengan energi terbarukan dengan kapasitas yang sama. Mematikan dan mengganti PLTU dengan pembangkit terbarukan memotong biaya sebesar 5,6 miliar dollar pertahun dan menghemat emisi CO2 sebesar 332 miliar ton-e atau setara sepertiga jumlah emisi saat ini. Di India, biaya pembangkitan dari 141 GW pembangkit listrik berbahan bakar batu bara lebih mahal dibandingkan pengembangan energi terbarukan dalam kapasitas yang sama. Di Jerman, tidak ada satu pun pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dengan biaya operasi yang lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik tenaga surya atau bayu.
Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah telah mencanangkan transisi energi melalui kampanye penggunaan energi terbarukan secara masif, konservasi energi, penggantian bahan bakar, dan membangun lebih banyak pembangkit dari energi bersih. Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menyatakan bahwa pemerintah menetapkan target yang ambisius dalam pencapaian porsi energi bersih, termasuk melalui percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya karena biaya investasinya 1,3 kali lebih rendah dibandingkan sumber energi lainnya.
“Saat ini energi terbarukan merupakan sumber listrik termurah” kata Direktur Jenderal IRENA, Fransesco La Camera. Energi terbarukan membuat negara-negara yang selama ini tergantung pada batu bara memiliki kesempatan untuk meninggalkan batu bara yang bisa membuat mereka memenuhi kebutuhan energi mereka sembari menghemat biaya, menambah tenaga kerja, mendorong pertumbuhan, dan mencapai target perbaikan iklim. Ia mendorong negara-negara di dunia untuk menggerakkan ekonomi melalui energi terbarukan dan mengikuti peta jalan IRENA untuk mencapai emisi nol di tahun 2050.
Kita semua membutuhkan #transisienergi untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Negara-negara yang ingin memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim secara jangka panjang didorong untuk meninggalkan batu bara, dan seperti yang dilansir laporan tersebut, penggunaan energi terbarukan memberikan manfaat yang lebih baik, termasuk penghematan sebesar 156 miliar pertahun di sisi ekonomi.
###
Penulis: Salman Nursiwan, Monitoring and Outreach ACCESS Project